Jumat, 14 Desember 2012

Perkembangan Emosi Anak Usia Din


1.     Hakikat perkembangan emosi
Perkembangan emosi dimulai dari sejak bayi, perubahan awal pada perkembangan emosi. Dalam penelitian tahap perkembangan emosi awal, sangatlah penting untuk melakukan pembagian emosi awal, sangatlah penting untuk melakukan pembagian emosi menjadi 2 klasifikasi (Lewis, 2002), yaitu:
·        Emosi primer, yang muncul pada manusia dan juga binatang. Yang termasuk emosi primer ini adalah terkejut (surprise), takut (fear), dan jijik (disgust). Semua emosi ini muncul pada usia 6 bulan pertama.
·        Emosi yang disadari (self-conscious), yang memerlukan kognisi, terutama kesadaran diri. Yang termasuk jenis emosi ini adalahnempati, cemburu(jealousy), dan kebingungan (embarassment) yang muncul pada satu setengah tahun pertama (stelah timbulnya kesadaran diri), selain itu ada juga bangga (pride), malu (shame), dan rasa bersalah (guilt) yang memulai muncul pada dua setengah tahun pertama. Dalam mengembangkan set kedua dari emosi yang disadari ini (biasanya disebut emosi evaluatif yang disadari) anak-anak memperoleh dan dapat menggunakan standar dan aturan sosial untuk mengevaluasi perilaku mereka.
Bahkan ketika bayi hanya mengalami emosi primer, ekspresi emosi mereka sudah dibantu hubungan interpersonal pertama mereka. Kemampuan bayi mengomunikasikan emosi mereka memungkinkaninteraksi timbal balik dengan pengasuh mereka dan memudahkan ikatan emosional di antara mereka. Tidak hanya orang tua yang mengubah emosi mereka untuk merespons ekspresi emosional dari orang tua. Dengan kata lain interaksi ini dilakukan timbal balik olek kedua belah pihak.
2.    Jenis-jenis emosi
Ada beberapa jenis-jenis emosi antara lain, yaitu:
Emosi positif dan emosi negatif
Emosi positif
1.     Emosi bahagia
Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi bahagia di antaranya adalah:
·        Aktivitas yang tujuannya diinginkan atau tercapainya tujuan yang diinginkan
·        Mendapat keuntungan secara umum, misalnya mendapat untung usaha, memperoleh hadiah, memperoleh uang, mendapatkan juara kelas, dan lainnya
·        Persetujuan sosial dari teman, rekan, orang tua, guru, dan orang yang dinilai penting dan dihargai
·        Mengingat hal-hal yang familiar; seperti mengurangi aktivitas yang menyenangkan, bertemu seseorang atau sesuatu yang dikenal.
·        Sukses dalam aktivitas baru
·        Sukses bertemu teman baru atau sahabat baru
·        Melihat atau mendengar sesuatu yang baru dan menyenangkan.
Emosi negatif
2.    Emosi marah.
Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi marah di antaranya:
·        Ditekan untuk melakukan sesuatu
·        Terhina (baik secara psikologis maupun secara verbal)
·        Keterbatasan, terhambat dan frustrasi (secara fisik maupun psikologis, terancam oleh seseorang, serangan berbahaya, dan batasan sosial)
·        Mengalami atau mengamati suatu perlakuan yang tidak biasa.
·        Keterkungkungan yang terus terjadi dan tercegahnya pemenuhan kebutuhan.
3.    Emosi jijik
Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi jijik di antaranya adalah :
·        Adanya sensasi yang timbul karena rasa yang tidak enak, bau busuk, sesuatu yang berminyak dan berlendir, melihat sesuatu atau seseorang yang kotor dan sangat buruk
·        Perilaku yang sangat bertentangan dengan standar norma, agama, moral dan kebiasaan.
4.    Emosi terkejut
·        Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi terkejut di antaranya adalah:
·        Kejadian yang tidak diharapkan
·        Sensasi yang luar biasa (dari sisi rasa maupun penglihatan).
5.    Emosi takut
Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi takut di antaranya adalah:
·        Hidup dalam bahaya, baik bahaya karena kejadian, karena seseorang, atau karena ide.
·        Terancam secara verbal maupun fisik; dihukum, dihina dan dimarahi oleh lawan yang lebih kuat
·        Kehilangan dukungan
·        Keterasingan
Emosi berdasarkan skenario kognitif
Manusia mengategorisasikan segala sesuatu di dunia ini. Begitulah pikiran atau
kognisi manusia bekerja. Kategorisasi. Emosi tidak luput dari kategorisasi. Itu
artinya, terdapat struktur kognitif dalam emosi, yakni cara bagaimana emosi
dibedakan satu sama lain. Sekurangnya terdapat 3 cara dalam membedakan emosi,
yakni perbedaan yang terlihat dengan adanya kata-kata emosi yang banyak
jumlahnya itu, membedakan berdasarkan kejadian anteseden (yang menimbulkan
emosi) dan manifestasi emosi (tanda-tanda munculnya emosi), dan berdasarkan
konstruksi peneliti sendiri.
Anna Wierzbicka, seorang peneliti emosi dari Australian National University,
membedakan emosi ke dalam 6 kelompok utama yang didasarkan pada tema-tema
umum, yakni 1) "Sesuatu yang baik terjadi", 2) "Sesuatu yang buruk terjadi", 3)
"Sesuatu yang buruk bisa/akan terjadi", 4) "Saya tidak ingin hal seperti ini untuk
terjadi’, 5) ‘berpikir tentang orang lain", 6) "Berpikir tentang diri sendiri". Masing
masing dari tema itu terkait dengan beberapa aspek skenario kognitif yang dimiliki.
3.    Intensitas emosi
Intensitas emosional di antara sifat-sifat paling dasar kepribadian kita. Bayi yang baru lahir bervariasi secara signifikan pada kualitas penting. Dokter kandungan tahu ini dengan baik, jelas menggambarkan "menangis sehat" beberapa bayi setelah dilahirkan. Dalam beberapa bulan pertama masa bayi, emosi kesenangan, kesedihan, kejutan, jijik, kegembiraan, kemarahan, dan ketakutan agak belakangan, dan kesedihan, secara khusus diidentifikasi dalam semua. Tapi seperti setiap orang tua menemukan, beberapa bayi mengekspresikan penuh semangat, sementara yang lain cukup tenang. Pada umur lima, emosional anak intens menangis dan tertawa dengan perasaan yang hebat, misalnya, mereka menjadi bingung ketika hewan peliharaan keluarga yang sakit atau sakit hati dan gembira ketika membuka hadiah ulang tahun. Sebagai praremaja, ia sudah bereaksi kuat terhadap film dan acara TV favorit, dan ketika merasa marah, mungkin menghabiskan bermuram durja berjam-jam.
4.    Bentuk-bentuk ekspresi emosi
Emosi adalah keadaan internal yang memiliki manifestasi eksternal. Meskipun yang bisa merasakan emosi hanyalah yang mengalaminya, namun orang lain kerap bisa mengetahuinya karena emosi diekspresikan dalam berbagai bentuk. Emosi diekspresikan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Ekspresi verbal misalnya menulis dalam kata-kata, berbicara tentang emosi yang dialami, dan lainnya. Ekspresi nonverbal misalnya perubahan ekspresi wajah, ekspresi vokal atau (nada suara dan urutan pengucapan), perubahan fisiologis, gerak dan isyarat tubuh, dan tindakan-tindakan emosional. Bentuk-bentuk ekspresi emosi, antara lain:
Ekspresi wajah.
Mengapa Anda bisa tahu seseorang sedang bahagia atau sedih? Sebab emosi bahagia dan sedih itu diekspresikan melalui raut wajah. Hanya dengan melihat wajah seseorang, Anda sering tepat menebak emosi yang dialami orang itu. Anda tahu wajah seseorang yang sedang marah, sedih, bahagia, takut atau terkejut. Pasti berbeda wajah ditunjukkan pada saat marah dan pada saat sedih.
Ekspresi vokal.
Biasanya nada suara vokal seseorang akan berubah mengiringi emosi yang dialami. Seseorang yang marah nada suaranya akan meninggi. Mereka yang bahagia akan lepas dan lancar. Sedangkan mereka yang sedih mungkin terbata-bata. Tidak jarang kita tahu emosi yang dialami seseorang hanya dari nada suaranya saja.
Perubahan fisiologis.
Saat Anda merasakan emosi terdapat perubahan fisiologis yang mengiringi baik yang bisa Anda rasakan maupun tidak. Pada saat takut, Anda mungkin merasakan detak jantung meningkat, berdebar-debar, kaki dan tangan gemetar, bulu kuduk merinding, otot wajah menegang, berkeringat, kencing di celana, dan sebagainya. Perubahan-perubahan itu  tidak jarang juga diketahui orang lain.
Gerak dan isyarat tubuh.
Begitulah, emosi diekspresikan dalam gerak dan isyarat tubuh. Kita kadang cukup tahu seseorang sedang gugup atau jatuh cinta hanya dari bahasa tubuhnya. Seseorang yang gugup menjadi tidak hati-hati, banyak melakukan gerakan tidak perlu, sering melakukan kesalahan, berkeringat dan semacamnya. Orang yang jatuh cinta menatap yang dicintai lebih sering, duduk condong padanya, tersenyum lebih lebar dan lainnya.
Jenis Emosi
Perubahan Fisik
1.
Terpesona
1.
Reaksi elektris pada kulit
2.
Marah
2.
Peredaran darah bertambah cepat
3.
Terkejut
3.
Denyut jantung bertambah cepat
4.
Kecewa
4.
Bernapas panjang
5.
Sakit / Marah
5.
Pupil mata membesar
6.
Takut / Tegang
6.
Air liur mengering
7.
Takut
7.
Bulu roma berdiri
8.
Tegang
8.
Pencernaan terganggu, otot – otot menegang atau bergetar ( tremor )

Tindakan-tindakan emosional.
Pada saat mengalami emosi, kadang seseorang hanya diam saja. Tapi, diam pun adalah tindakan yang mencerminkan keadaan emosional. Beberapa tindakan emosional lain misalnya  saat takut meringkuk di bawah meja, saat sedih menangis, saat marah membanting gelas, saat kecewa menyalahkan orang lain, saat tersinggung memaki, dan lainnya.
5.    Peranan bermain dalam penyaluran emosi anak
Pengelolaan emosi anak tidak hanya melibatkan orangtua di rumah, namun juga semua guru di sekolah. Guru sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing sudah seharusnya kreatif menciptakan metode dan wadah yang tepat untuk dapat membantu pengelolaan emosi anak tanpa harus mengorbankan jam mengajarnya, artinya melatih pengelolaan emosi anak dapat terintegrasi dalam proses pembelajaran.
Di sekolah proses belajar ini dapat dilakukan anak atas bimbingan guru dengan cara bermain. Para ahli pendidikan telah menekankan pentingnya bermain bagi penyesuaian pribadi dan sosial anak, contohnya bermain peran.
Bermain peran dianggap menempati tempat yang strategis untuk membimbing anak dalam upaya pengendalian emosi.
Bermain bagi anak merupakan kebutuhan sebagaimana makan, minum, kasih sayang, dsb. Bermain harus seimbang antara bermain aktif (kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat) dan bermain pasif (kesenangan diperoleh dari orang lain).
Dan Unsur-unsur dlam bermain itu sendiri, antara lain:
*    Melepas ketegangan-ketegangan yang menghimpit hatinya
*    Melatih keterampilan melalui panca inderanya atau sensomotorik
*    Dilakukan dengan gembira, bahagia dengan fantasinya dapat berkembang
*    Kebebasan memilih dan menentukan alat bermainnya
*    Membantu melancarkan dan mengembangkan fungsi faal tubuhnya (fisiologi) Misal : pernafasan, peredaran darah dan pencernaan makanan (psikomotorik)
*    Mampu mengembangkan kemampuan diri anak semaksima mungkin sesuai dengan prestasi dirinya.
Bermain Peran
Bermain peran dalam dunia pendidikan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk berada pada situasi yang sengaja di buat oleh pendidik (guru maupun orangtua)  dan  anak juga berperan sebagai tokoh yang memiliki misi tertentu. Oleh karena itu dengan bermain peran anak dapat melakukan instropeksi diri, empaty, mengkritik orang lain, menghargai orang lain, mengelola suatu hubungan dan sebagainya.
Bermain peran dianggap tepat sebagai teknik mengelola emosi anak dengan didasarkan pada asumsi :
·        Dalam bermain peran terkandung belajar dengan cara meniru dan belajar dengan mempersamakan diri  (learning by imitation and identification) yang dapat mempengaruhi aspek rangsangan dan aspek reaksi emosi anak. Misalnya, pada saat anak berperan menjadi seorang tokoh, anak itu akan mendalami hal-hal yang membangkitkan emosi dan  akan meniru cara bereaksi tokoh tersebut bahkan selanjutnya akan mengekspresikan emosi yang sama dengan peran yang sedang dilakoni. Oleh karena itu pendidik seharusnya memilih tokoh-tokoh yang dikagumi anak, bisa karena kasih sayangnya, kebaikannya ataupun karena kemampuan yang lain.
·        Dengan bermain peran memberi kesempatan anak untuk mengekspresikan emosi anak yang spontan, penyaluran emosi anak yang tertekan serta improvisasi emosi sehingga membantu perkembangan psikis anak. Melalui bermain peran diharapkan anak dapat memproyeksikan sikap, emosi dan pikirannya.
·        Bermain peran dapat digunakan sebagai teknik membangun kemampuan berkelompok, sehingga anak akan belajar mengelola emosi bersama kelompoknya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kanfer dan Goldstein (1982) yang menemukan bahwa bermain peran dapat meningkatkan self esteem dan interaksi dengan teman sebaya.
·        Melalui bermain peran anak tidak menyadari bahwa dirinya sedang dibimbing, karena situasinya bermain. Dengan demikian dapat diminimalisir hambatan psikologis antara pendidik dengan anak dalam kegiatan membimbing.
         Walaupun bermain peran memiliki tempat yang strategis dalam mengelola
Emosi anak, tetapi pendidik hendaknya waspada terhadap dampak negatif bermain peran pada anak, misalnya munculnya anggapan bahwa cerita yang dilakoni anak merupakan kejadian nyata, sehingga konflik anak dalam bermain peran dapat berkepanjangan sampai di luar bermain peran. Pendidik perlu memberikan refleksi setelah bermain peran, sehingga anak tahu batas perannya dan mengetahui manfaat bermain peran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar