1. Hakikat perkembangan emosi
Perkembangan emosi dimulai dari
sejak bayi, perubahan awal pada perkembangan emosi. Dalam penelitian tahap
perkembangan emosi awal, sangatlah penting untuk melakukan pembagian emosi
awal, sangatlah penting untuk melakukan pembagian emosi menjadi 2 klasifikasi
(Lewis, 2002), yaitu:
·
Emosi primer, yang
muncul pada manusia dan juga binatang. Yang termasuk emosi primer ini adalah
terkejut (surprise), takut (fear), dan jijik (disgust). Semua emosi ini muncul
pada usia 6 bulan pertama.
·
Emosi yang disadari
(self-conscious), yang memerlukan kognisi, terutama kesadaran diri. Yang
termasuk jenis emosi ini adalahnempati, cemburu(jealousy), dan kebingungan
(embarassment) yang muncul pada satu setengah tahun pertama (stelah timbulnya
kesadaran diri), selain itu ada juga bangga (pride), malu (shame), dan rasa
bersalah (guilt) yang memulai muncul pada dua setengah tahun pertama. Dalam
mengembangkan set kedua dari emosi yang disadari ini (biasanya disebut emosi
evaluatif yang disadari) anak-anak memperoleh dan dapat menggunakan standar dan
aturan sosial untuk mengevaluasi perilaku mereka.
Bahkan ketika bayi hanya
mengalami emosi primer, ekspresi emosi mereka sudah dibantu hubungan
interpersonal pertama mereka. Kemampuan bayi mengomunikasikan emosi mereka
memungkinkaninteraksi timbal balik dengan pengasuh mereka dan memudahkan ikatan
emosional di antara mereka. Tidak hanya orang tua yang mengubah emosi mereka
untuk merespons ekspresi emosional dari orang tua. Dengan kata lain interaksi
ini dilakukan timbal balik olek kedua belah pihak.
2. Jenis-jenis emosi
Ada beberapa jenis-jenis emosi
antara lain, yaitu:
Emosi positif
dan emosi negatif
Emosi positif
1. Emosi bahagia
Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi bahagia di
antaranya adalah:
·
Aktivitas yang
tujuannya diinginkan atau tercapainya tujuan yang diinginkan
·
Mendapat keuntungan
secara umum, misalnya mendapat untung usaha, memperoleh hadiah, memperoleh
uang, mendapatkan juara kelas, dan lainnya
·
Persetujuan sosial
dari teman, rekan, orang tua, guru, dan orang yang dinilai penting dan dihargai
·
Mengingat hal-hal
yang familiar; seperti mengurangi aktivitas yang menyenangkan, bertemu
seseorang atau sesuatu yang dikenal.
·
Sukses dalam
aktivitas baru
·
Sukses bertemu
teman baru atau sahabat baru
·
Melihat atau
mendengar sesuatu yang baru dan menyenangkan.
Emosi negatif
2. Emosi marah.
Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi marah di
antaranya:
·
Ditekan untuk
melakukan sesuatu
·
Terhina (baik
secara psikologis maupun secara verbal)
·
Keterbatasan,
terhambat dan frustrasi (secara fisik maupun psikologis, terancam oleh
seseorang, serangan berbahaya, dan batasan sosial)
·
Mengalami atau
mengamati suatu perlakuan yang tidak biasa.
·
Keterkungkungan
yang terus terjadi dan tercegahnya pemenuhan kebutuhan.
3. Emosi jijik
Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi jijik di
antaranya adalah :
·
Adanya sensasi yang
timbul karena rasa yang tidak enak, bau busuk, sesuatu yang berminyak dan
berlendir, melihat sesuatu atau seseorang yang kotor dan sangat buruk
·
Perilaku yang
sangat bertentangan dengan standar norma, agama, moral dan kebiasaan.
4. Emosi terkejut
·
Situasi-situasi
yang bisa menimbulkan emosi terkejut di antaranya adalah:
·
Kejadian yang tidak
diharapkan
·
Sensasi yang luar
biasa (dari sisi rasa maupun penglihatan).
5. Emosi takut
Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi takut di
antaranya adalah:
·
Hidup dalam bahaya,
baik bahaya karena kejadian, karena seseorang, atau karena ide.
·
Terancam secara verbal
maupun fisik; dihukum, dihina dan dimarahi oleh lawan yang lebih kuat
·
Kehilangan dukungan
·
Keterasingan
Emosi
berdasarkan skenario kognitif
Manusia
mengategorisasikan segala sesuatu di dunia ini. Begitulah pikiran atau
kognisi manusia bekerja. Kategorisasi. Emosi tidak luput dari kategorisasi.
Itu
artinya, terdapat struktur kognitif dalam emosi, yakni cara bagaimana emosi
dibedakan satu sama lain. Sekurangnya terdapat 3 cara dalam membedakan
emosi,
yakni perbedaan yang terlihat dengan adanya kata-kata emosi yang banyak
jumlahnya itu, membedakan berdasarkan kejadian anteseden (yang menimbulkan
emosi) dan manifestasi emosi (tanda-tanda munculnya emosi), dan berdasarkan
konstruksi peneliti sendiri.
Anna
Wierzbicka, seorang peneliti emosi dari Australian National University,
membedakan emosi ke dalam 6 kelompok utama yang didasarkan pada tema-tema
umum, yakni 1) "Sesuatu yang baik terjadi", 2) "Sesuatu yang
buruk terjadi", 3)
"Sesuatu yang buruk bisa/akan terjadi", 4) "Saya tidak ingin
hal seperti ini untuk
terjadi’, 5) ‘berpikir tentang orang lain", 6) "Berpikir tentang
diri sendiri". Masing
masing dari tema itu terkait dengan beberapa aspek skenario kognitif yang
dimiliki.
3. Intensitas emosi
Intensitas emosional di antara sifat-sifat paling dasar kepribadian kita.
Bayi yang baru lahir bervariasi secara signifikan pada kualitas penting. Dokter
kandungan tahu ini dengan baik, jelas menggambarkan "menangis sehat"
beberapa bayi setelah dilahirkan. Dalam beberapa bulan pertama masa bayi, emosi
kesenangan, kesedihan, kejutan, jijik, kegembiraan, kemarahan, dan ketakutan
agak belakangan, dan kesedihan, secara khusus diidentifikasi dalam semua. Tapi
seperti setiap orang tua menemukan, beberapa bayi mengekspresikan penuh
semangat, sementara yang lain cukup tenang. Pada umur lima, emosional anak
intens menangis dan tertawa dengan perasaan yang hebat, misalnya, mereka
menjadi bingung ketika hewan peliharaan keluarga yang sakit atau sakit hati dan
gembira ketika membuka hadiah ulang tahun. Sebagai praremaja, ia sudah bereaksi
kuat terhadap film dan acara TV favorit, dan ketika merasa marah, mungkin
menghabiskan bermuram durja berjam-jam.
4. Bentuk-bentuk ekspresi emosi
Emosi adalah keadaan internal yang memiliki manifestasi
eksternal. Meskipun yang bisa merasakan emosi hanyalah yang mengalaminya, namun orang lain kerap bisa mengetahuinya karena emosi
diekspresikan dalam berbagai bentuk. Emosi diekspresikan dalam bentuk verbal
maupun nonverbal. Ekspresi verbal misalnya menulis dalam kata-kata, berbicara
tentang emosi yang dialami, dan lainnya. Ekspresi nonverbal misalnya perubahan
ekspresi wajah, ekspresi vokal atau (nada suara dan urutan pengucapan),
perubahan fisiologis, gerak dan isyarat tubuh, dan tindakan-tindakan emosional.
Bentuk-bentuk ekspresi emosi, antara lain:
Ekspresi wajah.
Mengapa Anda bisa tahu seseorang sedang bahagia atau sedih?
Sebab emosi bahagia dan sedih itu diekspresikan melalui raut wajah. Hanya
dengan melihat wajah seseorang, Anda sering tepat menebak emosi yang dialami
orang itu. Anda tahu wajah seseorang yang sedang marah, sedih, bahagia, takut
atau terkejut. Pasti berbeda wajah ditunjukkan pada saat marah dan pada saat
sedih.
Ekspresi vokal.
Biasanya nada suara vokal seseorang akan berubah mengiringi
emosi yang dialami. Seseorang yang marah nada suaranya akan meninggi. Mereka
yang bahagia akan lepas dan lancar. Sedangkan mereka yang sedih mungkin
terbata-bata. Tidak jarang kita tahu emosi yang dialami seseorang hanya dari
nada suaranya saja.
Perubahan fisiologis.
Saat Anda merasakan emosi terdapat perubahan fisiologis yang
mengiringi baik yang bisa Anda rasakan maupun tidak. Pada saat takut, Anda
mungkin merasakan detak jantung meningkat, berdebar-debar, kaki dan tangan
gemetar, bulu kuduk merinding, otot wajah menegang, berkeringat, kencing di
celana, dan sebagainya. Perubahan-perubahan itu tidak jarang juga
diketahui orang lain.
Gerak dan isyarat tubuh.
Begitulah, emosi diekspresikan dalam gerak dan isyarat
tubuh. Kita kadang cukup tahu seseorang sedang gugup atau jatuh cinta hanya
dari bahasa tubuhnya. Seseorang yang gugup menjadi tidak hati-hati, banyak
melakukan gerakan tidak perlu, sering melakukan kesalahan, berkeringat dan
semacamnya. Orang yang jatuh cinta menatap yang dicintai lebih sering, duduk
condong padanya, tersenyum lebih lebar dan lainnya.
Jenis Emosi
|
Perubahan
Fisik
|
||
1.
|
Terpesona
|
1.
|
Reaksi
elektris pada kulit
|
2.
|
Marah
|
2.
|
Peredaran
darah bertambah cepat
|
3.
|
Terkejut
|
3.
|
Denyut
jantung bertambah cepat
|
4.
|
Kecewa
|
4.
|
Bernapas
panjang
|
5.
|
Sakit / Marah
|
5.
|
Pupil mata
membesar
|
6.
|
Takut /
Tegang
|
6.
|
Air liur
mengering
|
7.
|
Takut
|
7.
|
Bulu roma
berdiri
|
8.
|
Tegang
|
8.
|
Pencernaan
terganggu, otot – otot menegang atau bergetar ( tremor )
|
Tindakan-tindakan emosional.
Pada saat mengalami emosi, kadang seseorang hanya diam saja.
Tapi, diam pun adalah tindakan yang mencerminkan keadaan emosional. Beberapa
tindakan emosional lain misalnya saat takut meringkuk di bawah meja, saat
sedih menangis, saat marah membanting gelas, saat kecewa menyalahkan orang
lain, saat tersinggung memaki, dan lainnya.
5. Peranan bermain
dalam penyaluran emosi anak
Pengelolaan emosi anak tidak
hanya melibatkan orangtua di rumah, namun juga semua guru di sekolah. Guru
sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing sudah seharusnya kreatif menciptakan
metode dan wadah yang tepat untuk dapat membantu pengelolaan emosi anak tanpa
harus mengorbankan jam mengajarnya, artinya melatih pengelolaan emosi anak
dapat terintegrasi dalam proses pembelajaran.
Di sekolah proses belajar ini dapat dilakukan anak
atas bimbingan guru dengan cara bermain. Para ahli pendidikan telah menekankan
pentingnya bermain bagi penyesuaian pribadi dan sosial anak, contohnya bermain peran.
Bermain peran dianggap menempati
tempat yang strategis untuk membimbing anak dalam upaya pengendalian emosi.
Bermain bagi anak merupakan kebutuhan sebagaimana
makan, minum, kasih sayang, dsb. Bermain
harus seimbang antara bermain aktif (kesenangan diperoleh dari apa yang
diperbuat) dan bermain pasif (kesenangan diperoleh dari orang lain).
Dan Unsur-unsur dlam bermain itu sendiri, antara
lain:
Melepas
ketegangan-ketegangan yang menghimpit hatinya
Melatih
keterampilan melalui panca inderanya atau sensomotorik
Dilakukan
dengan gembira, bahagia dengan fantasinya dapat berkembang
Kebebasan
memilih dan menentukan alat bermainnya
Membantu
melancarkan dan mengembangkan fungsi faal tubuhnya (fisiologi) Misal :
pernafasan, peredaran darah dan pencernaan makanan (psikomotorik)
Mampu
mengembangkan kemampuan diri anak semaksima mungkin sesuai dengan prestasi
dirinya.
Bermain Peran
Bermain peran dalam dunia pendidikan bertujuan
untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk berada pada situasi yang sengaja
di buat oleh pendidik (guru maupun orangtua) dan anak juga berperan
sebagai tokoh yang memiliki misi tertentu. Oleh karena itu dengan bermain peran
anak dapat melakukan instropeksi diri, empaty, mengkritik orang lain,
menghargai orang lain, mengelola suatu hubungan dan sebagainya.
Bermain peran dianggap tepat sebagai teknik
mengelola emosi anak dengan didasarkan pada asumsi :
·
Dalam bermain peran terkandung belajar dengan cara meniru dan belajar
dengan mempersamakan diri (learning by imitation and identification)
yang dapat mempengaruhi aspek rangsangan dan aspek reaksi emosi anak. Misalnya,
pada saat anak berperan menjadi seorang tokoh, anak itu akan mendalami hal-hal
yang membangkitkan emosi dan akan meniru cara bereaksi tokoh tersebut
bahkan selanjutnya akan mengekspresikan emosi yang sama dengan peran yang
sedang dilakoni. Oleh karena itu pendidik seharusnya memilih tokoh-tokoh yang
dikagumi anak, bisa karena kasih sayangnya, kebaikannya ataupun karena
kemampuan yang lain.
·
Dengan bermain peran memberi kesempatan anak untuk mengekspresikan emosi
anak yang spontan, penyaluran emosi anak yang tertekan serta improvisasi emosi
sehingga membantu perkembangan psikis anak. Melalui bermain peran diharapkan
anak dapat memproyeksikan sikap, emosi dan pikirannya.
·
Bermain peran dapat digunakan sebagai teknik membangun kemampuan
berkelompok, sehingga anak akan belajar mengelola emosi bersama kelompoknya.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kanfer dan Goldstein (1982) yang
menemukan bahwa bermain peran dapat meningkatkan self esteem dan interaksi
dengan teman sebaya.
·
Melalui bermain peran anak tidak menyadari bahwa dirinya sedang dibimbing,
karena situasinya bermain. Dengan demikian dapat diminimalisir hambatan
psikologis antara pendidik dengan anak dalam kegiatan membimbing.
Walaupun bermain peran memiliki
tempat yang strategis dalam mengelola
Emosi anak, tetapi pendidik hendaknya waspada terhadap
dampak negatif bermain peran pada
anak, misalnya munculnya anggapan bahwa cerita yang dilakoni anak merupakan kejadian nyata, sehingga konflik anak dalam bermain peran dapat berkepanjangan sampai di luar bermain peran. Pendidik perlu memberikan refleksi setelah bermain peran,
sehingga anak tahu batas perannya dan mengetahui manfaat bermain peran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar